Best Blogger Tips

Tuesday, February 12, 2013

Modern Pernik dengan Kirab Ampyang

              Dalam berjalannya waktu sehingga tak terasa menginjak tahun 2013 yang menandakan semakin meningkatnya budaya modern yang populer saat ini. Banyak masyarakat Indonesia yang meninggalkan budaya lama dan beralih ke budaya baru, tapi tidak sedikit pula masyarakat Indonesia yang masih mempertahankan dengan kuat budaya lokal yang telah mendarah daging dalam dirinya. Sebut saja kota kecil di daerah Jawa Tengah ini masih mempertahankan budaya lokalnya yaitu Kirab Ampyang dengan sangat baik.
            Di desa Loram, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus terdapat budaya lokal yang masih berkembang hingga detik ini, yaitu Kirab Ampyang. Terlihat dari kegiatan tradisi Kirab Ampyang yang dilakukan pada 24/1 kemarin. Masyarakat masih antusias dengan tradisi tersebut sehingga tidak ada tanda punahnya tradisi Kirab Ampyang. Kirab Ampyang terus berkembang menjadi lebih baik dari tahun ke tahun seperti yang diucapkan oleh salah satu warga yang rutin mengikutinya setiap tahun, “Berawal dari tradisi Ampyang ini, Kudus akan lebih dikenal jika digarap dengan maksimal. Kirab Ampyang hari ini sudah lebih baik dan meriah dibanding dua tahun sebelumnya. Pada tahun-tahun mendatang, Ampyang bisa lebih meriah, tak kalah dengan tradisi Sekaten di Yogyakarta atau pun Surakarta," ujarnya.
            Kirab Ampyang sendiri merupakan perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang bertepatan tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun Hijriyah. Disebut Kirab Ampyang karena merupakan wujud rasa syukur kepada Allah SWT dengan sedekah hasil bumi melalui arak-arakan makanan hasil bumi. Makanan yang wajib adalah krupuk ampyang, yang terbuat dari tepung lalu dicampur dengan serabut bambu sehingga berbentuk keriting.
Pelaksaan Kirab Ampyang tidak hanya dilakukan dengan membagikan makanan ke warga tapi ada pertunjukan seni oleh peserta.
            Peserta Kirab Ampyang biasanya terdiri dari murid TK, SLTP, SLTA, aktivis musholla, organisasi masyarakat dan pengusaha lokal yang membawakan pertunjukan kesenian sedangkan jurinya adalah tokoh masyarakat dan sesepuh. Dari Kirab Ampyang yang sudah terlaksana, pertunjukan seni biasanya berupa drum band, tong tek, musik rebana, peserta yang memakai pakaian adat, miniatur menara kudus, bedug raksasa, serta yang utama adalah gunungan ampyang. 
Acara diawali dengan arakan gunungan ampyang keliling desa. Gunungan ampyang berisi makanan hasil bumi seperti buah-buahan dan wajib ada krupuk ampyang. Arakan keliling desa ramai menjadi pusat perhatian karena selain gunungan ampyang yang menggoda juga bersamaan dengan pertunjukan seni oleh peserta. Lalu setelah diarak keliling desa, kemudian berhenti di Musholla setempat. Gunungan ampyang dikumpulkan ke panitia untuk didoakan dengan khidmat sebagai wujud syukur dan agar masyarakat bisa meneladani sifat Nabi Muhammad SAW sehingga tidak sesat dalam menapaki hidup. Dan terakhir adalah pembagian makanan penduduk sekitar Loram Kulon.
            Sebenarnya pencetus Kirab Ampyang adalah suami dari ratu Kalinyamat yaitu Sultan Hadlirin. Beliau sudah lama sekali melakukan Kirab Ampyang sebagai peringatan Maulud nabi di Loram Kulon sehingga setelah beliau wafat warga loram kulon senatiasa melestarikan budaya yang telah diajarkan Sultan Hadlirin. Betapa pentingya budaya pelestarian Kirab Ampyang seperti yang dikatakan Bupati Kudus, KH. Mustofa, “Nilai keluhuran tradisi ini jangan sampai luntur oleh perkembangan zaman.”
Sehingga zaman yang terus berkembang maka budaya baru pun banyak berdatangan. Masyarakat Indonesia tidak akan mampu untuk menghentikan perkembangan yang disebabkan oleh Global Warming tapi masyarakat Indonesia bisa dan dianjurkan untuk melestarikan budaya lokal seperti Kirab Ampyang. Maka, Indonesia akan penuh pernik budaya yang unik bukan?



          
Dalam berjalannya waktu sehingga tak terasa menginjak tahun 2013 yang menandakan semakin meningkatnya budaya modern yang populer saat ini. Banyak masyarakat Indonesia yang meninggalkan budaya lama dan beralih ke budaya baru, tapi tidak sedikit pula masyarakat Indonesia yang masih mempertahankan dengan kuat budaya lokal yang telah mendarah daging dalam dirinya. Sebut saja kota kecil di daerah Jawa Tengah ini masih mempertahankan budaya lokalnya yaitu Kirab Ampyang dengan sangat baik.
            Di desa Loram, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus terdapat budaya lokal yang masih berkembang hingga detik ini, yaitu Kirab Ampyang. Terlihat dari kegiatan tradisi Kirab Ampyang yang dilakukan pada 24/1 kemarin. Masyarakat masih antusias dengan tradisi tersebut sehingga tidak ada tanda punahnya tradisi Kirab Ampyang. Kirab Ampyang terus berkembang menjadi lebih baik dari tahun ke tahun seperti yang diucapkan oleh salah satu warga yang rutin mengikutinya setiap tahun, “Berawal dari tradisi Ampyang ini, Kudus akan lebih dikenal jika digarap dengan maksimal. Kirab Ampyang hari ini sudah lebih baik dan meriah dibanding dua tahun sebelumnya. Pada tahun-tahun mendatang, Ampyang bisa lebih meriah, tak kalah dengan tradisi Sekaten di Yogyakarta atau pun Surakarta," ujarnya.
            Kirab Ampyang sendiri merupakan perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang bertepatan tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun Hijriyah. Disebut Kirab Ampyang karena merupakan wujud rasa syukur kepada Allah SWT dengan sedekah hasil bumi melalui arak-arakan makanan hasil bumi. Makanan yang wajib adalah krupuk ampyang, yang terbuat dari tepung lalu dicampur dengan serabut bambu sehingga berbentuk keriting.
Pelaksaan Kirab Ampyang tidak hanya dilakukan dengan membagikan makanan ke warga tapi ada pertunjukan seni oleh peserta.
            Peserta Kirab Ampyang biasanya terdiri dari murid TK, SLTP, SLTA, aktivis musholla, organisasi masyarakat dan pengusaha lokal yang membawakan pertunjukan kesenian sedangkan jurinya adalah tokoh masyarakat dan sesepuh. Dari Kirab Ampyang yang sudah terlaksana, pertunjukan seni biasanya berupa drum band, tong tek, musik rebana, peserta yang memakai pakaian adat, miniatur menara kudus, bedug raksasa, serta yang utama adalah gunungan ampyang. 
Acara diawali dengan arakan gunungan ampyang keliling desa. Gunungan ampyang berisi makanan hasil bumi seperti buah-buahan dan wajib ada krupuk ampyang. Arakan keliling desa ramai menjadi pusat perhatian karena selain gunungan ampyang yang menggoda juga bersamaan dengan pertunjukan seni oleh peserta. Lalu setelah diarak keliling desa, kemudian berhenti di Musholla setempat. Gunungan ampyang dikumpulkan ke panitia untuk didoakan dengan khidmat sebagai wujud syukur dan agar masyarakat bisa meneladani sifat Nabi Muhammad SAW sehingga tidak sesat dalam menapaki hidup. Dan terakhir adalah pembagian makanan penduduk sekitar Loram Kulon.
            Sebenarnya pencetus Kirab Ampyang adalah suami dari ratu Kalinyamat yaitu Sultan Hadlirin. Beliau sudah lama sekali melakukan Kirab Ampyang sebagai peringatan Maulud nabi di Loram Kulon sehingga setelah beliau wafat warga loram kulon senatiasa melestarikan budaya yang telah diajarkan Sultan Hadlirin. Betapa pentingya budaya pelestarian Kirab Ampyang seperti yang dikatakan Bupati Kudus, KH. Mustofa, “Nilai keluhuran tradisi ini jangan sampai luntur oleh perkembangan zaman.”
Sehingga zaman yang terus berkembang maka budaya baru pun banyak berdatangan. Masyarakat Indonesia tidak akan mampu untuk menghentikan perkembangan yang disebabkan oleh Global Warming tapi masyarakat Indonesia bisa dan dianjurkan untuk melestarikan budaya lokal seperti Kirab Ampyang. Maka, Indonesia akan penuh pernik budaya yang unik bukan? [Ammahayu]

Monday, February 11, 2013

Buka Luwur Sunan Kudus


Di Kudus ada sebuah tradisi yang sangat unik, yaitu Buka Luwur. Buka Luwur di  Kudus sangat berhubungan erat dengan salah seorang tokoh wali songo, Sayyid Ja'far Shadiq Azmatkhan alias Sunan Kudus.


sunan kudus

Bagi masyarakat Kudus tentunya sudah mengenal acara Buka Luwur Sunan Kudus. Buka Luwur adalah upacara penggantian klambu yang menyelubungi makam Sunan Kudus diganti dengan kelambu yang baru. Luwur makam Sunan Kudus di lepas pada tanggal 1 Muharrom dan pemasangan luwur yang baru dimulai pada tanggal 6 Muharrom. Pengelepasan di lakukan oleh para sesepuh, kyai,  hingga masyarakat sekitar area Menara Kudus secara hati – hati dan membawanya ke pendopo Tajug. Beberapa orang menganggap acara ini merupakan upacara peringatan wafatnya Sunan Kudus atau disebut dengan “Khaul” yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Muharram atau 10 Syura. Namun ada juga sebagian masyarakat yang menganggap bahwa upacara tradisional Buka Luwur sebenarnya bukanlah Khaul atau peringatan wafatnya Sunan Kudus, sebab kapan tanggal wafatnya Sunan Kudus tidak atau belum diketahui.

proses mengganti luwur
Tradisi turun temurun ini diawali dengan penjamasan pusaka berupa Keris Cinthaka dan Dua Trisula. Dilanjutkan dengan pelepasan luwur, pembahasan masalah keagamaan, doa Rosul, terbang papat, pembagian Bubur Asyura, khataman Alquran, santunan anak yatim, pengajian, dan pembagian berkat.

bubur asyura
Namun beberapa orang hanya ingin mendapatkan nasi jangkrik. Sebagian warga di Kudus dan sekitarnya berkeyakinan, bahwa nasi jangkrik yang dibagikan oleh pengurus masjid tersebut membawa berkah. Mereka percaya, bahwa jika dimakan, nasi yang dibungkus daun jati ini mampu menjaga kesehatan tubuh serta mengobati berbagai penyakit . Nasi jangkrik biasanya berlauk daging kerbau atau kambing, lauk tersebut dimasak menggunakan bumbu garam dan asam tanpa kuah. Konon lauk daging pada Nasi jangkrik tersebut merupakan makanan kegemaran Sunan Kudus. Bahan-bahan untuk pembuatan Nasi jangkrik diperoleh dari sumbangan sukarela warga Kudus dan sekitarnya. Pemberi sumbangan bukan hanya dari kalangan masyarakat muslim, tetapi juga dari masyarakat beragama lain seperti masyarakat yang beragama kristen dan tionghoa.

proses pemasakan lauk pada nasi jangkrik
nasi jangkrik

warga kudus dan sekitarnya berebut nasi jangkrik

Penerima Nasi jangkrik bukan hanya dari kalangan menengah ke bawah, namun ada dari kalangan menengah ke atas. Bukan hanya dari masyarakat beragama Islam, masyarakat beragama tionghoa dan kristen pun ikut mengantre dan menginginkan nasi jangkrik. Ini merupakan nilai utama dari tradisi buka luwur. yaitu sebuah kebersamaan dan adanya toleransi antar umat beragama. Tentunya nilai-nilai tersebut harus tetap dijaga dan diamalkan.
pembagian nasi jangkrik oleh panitia 

Untuk tradisi Buka Luwur tentunya harus di lestarikan dan di aktualisasikan terus untuk generasi – generasi berikutnya. Karena tradisi ini merupakan cerminan sistem nilai budaya dari masyarakat Kudus yang religius, dan masyarakat Jawa pada umumnya. Selain itu, adanya sifat gotong royong dan toleransi dalam pelaksanaan Buka Luwur yang juga merupakan warisan dari nenek moyang merupakan pelajaran paling berharga dari acara Buka Luwur.
 
Copyright 2013 Budaya Kudus. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Budaya Kudus
Blogger by Budaya Kudus